Selasa, 03 Juli 2012

Pemerintah RI Akan ke Papua New Guinea Pastikan Status Djoko Tjandra

Jakarta Pemerintah Indonesia memastikan akan segera mendatangi Papua New Guinea untuk memastikan status dan keberadaan buron cessie Bank Bali, Djoko Tjandra. Kunjungan ini penting karena antara pemerintah Indonesia dan Papua New Guinea belum mempunyai perjanjian ekstradisi.

"Jadi kami usahakan harus ada semacam kunjungan kerja dulu antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah sana (Papua New Guinea)," ujar Wakil Jaksa Agung, Darmono di Gedung Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin Jakarta Selatan, Selasa (3/7/2012).

Menurut Darmono, meskipun belum ada perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Papua New Guinea, sebenarnya ada cara lain untuk memulangkan Djoko Tjandra. Cara tersebut adalah dengan melakukan deportasi, namun untuk mekanisme deportasi harus ditemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh yang bersangkutan.

"Perjanjian ekstradisi memang bisa dibuat, meski memakan waktu lama, tapi kan itu memang prosesnya seperti itu. Mengenai mekanisme deportasi, itu harus ada bukti pelanggaran keimigrasiannya," terang Darmono.

Sebelumnya, Kejagung menyatakan saat ini pihaknya sedang melakukan pengecekan terhadap status kewarganegaraan terpidana buronan korupsi cessie Bank Bali, Djoko Tjandra. Hal ini dilakukan karena berhembus kabar Djoko Tjandra telah berubah kewarganegaraan menjadi warga negara Papua Nugini.

"Kita sudah kirimkan semacam surat permohonan untuk mengecek kepastian apakah benar Djoko disana. Sekarang tunggu jawaban dari pihak pemerintah Papua Nugini," ujar Darmono di Jakarta, Jumat (29/6).

Menurut Darmono meski belum menerima pemberitahuan dari pemerintah PNG pihaknya sudah mendapat sedikit informasi. Dimana permohonan perubahan status kewarganegaraan Djoko Tjandra telah ditolak.

"Kita belum dapat informasi resmi. Tapi kemarin malah ada berita status kewarganegaraannya ditolak," tutur Darmono.

Djoko Tjandra merupakan buron dalam kasus (hak tagih) cessie Bank Bali. Kasus ini bermula pada 11 Januari 1999 ketika disusu perjanjian pengalihan tagihaan piutang antara Bank Bali yang diwakili oleh Rudy Ramli dan Rusli Suryadi dengan Djoko Tjandra selaku Direktur Utama PT Persada Harum Lestari, mengenai tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara sebesar Rp38 miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 11 Juni 1999.

Selain soal tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara, disusun pula perjanjian pengalihan tagihan utang antara Bank Bali dengan Djoko Tjandra mengenai tagihan piutang Bank Bali terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN) sebesar lebih dari Rp798 miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan setelah perjanjian itu dibuat. Untuk perjanjian tagihan utang yang kedua ini, Joko Tjandra berperan selaku Direktur PT Era Giat Prima.

Dia diduga meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusumah di Jakarta ke Port Moresby pada 10 Juni 2009, hanya satu hari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya. MA menyatakan Djoko Tjandra bersalah dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 54 miliar dirampas untuk negara.


sumber:news.detik.com

Tidak ada komentar: