Kamis, 30 April 2015

Implikasi atau dampak diterapkannya UU ITE di Indonesia


Teknologi informasi dan komunikasi adalah peralatan sosial yang penuh daya, yang dapat membantu atau mengganggu masyarakat dalam banyak cara. Semua tergantung pada cara penggunaannya, perkembanagan dunia cyber atau dunia teknologi informasi dan kumunikasi telah menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung cepat, perubahan peradaban manusia secara global, dan menjadikan dunia ini menjadi tanpa batas, tidak terbatas oleh garis teritotial suatu negara.

Kehidupan masayarakat modern yang serba cepat menjadikan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu harga mutlak, menjadi sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus terlibat didalamnya kalau tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia, tetapi pemanfa’aatn teknologi informasi dan komunikasi ini tidak selamanya dimanfa’atkan untuk kesejahtraan, kemajuan dan peradaban manusia saja di sisi lain teknologi informasi dan komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk melakukan tindakan kejahatan, seperti marakanya proses prostiutsi, perjudian di dunia maya (internet), pembobolan ATM lewat internet dan pencurian data-data perusahan lewat internet, kesemuanya termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi informasi dan kumunikasi, atau lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan transaksi elektronik. Itulah alasannya pemertintah indonesia menggesahkan UU ITE(Informasi dan Informasi elektronik) untuk mengatur penggunaan teknologi informasi secara luas dan tearah, demi terciptanya masyrakat elektronik yang selalu menerapkan moral dan etika dalam seluruh aspek kehidupanya.

Manfaat pelaksanaan UU ITE:

1. Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.

2. E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan menggunakan ICT.

3. Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya indonesia.

4. Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain.

Efektifitas UU ITE Terhadap Tekonologi Informasi

Bila dilihat dari content UU ITE, semua hal penting sudah diakomodir dan diatur dalam UU tersebut. UU ITE sudah cukup komprehensif mengatur informasi elektronik dan transaksi elektronik. Mari kita lihat beberapa cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE yang mana mengakui Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tandatangan konvensional (tinta basah dan materai), alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP, Undang-undang ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di Indonesia; penyelesaian sengketa juga dapat diselesaiakan dengan metode penyelesaian sengketa alternatif atau arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat berjalan dengan efektif.

Dampak UU ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik

UU ITE yang disahkan DPR pada 25 Maret lalu menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat peranti hukum di bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat Jenderal Depkominfo, sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran terbawah negara yang tak punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini sama dengan Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan.

Tentu saja posisi itu jauh berada di belakang negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara berkembang lainnya, seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Singapura, mendahului Indonesia membuat cyberspace law. Tak mengherankan jika Indonesia sempat menjadi surga bagi kejahatan pembobolan kartu kredit (carding).

Pengaruh UU ITE

Sekarang kita tahu maraknya carding atau pencurian kartu kredit di internet berasal dari Indonesia, hal ini memungkinan Indonesia dipercaya oleh komunitas ”trust” internasional menjadi sangat kecil sekali. Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi terjadinya praktik carding di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para pengguna kartu kredit di internet dari negara kita tidak akan di-black list oleh toko-toko online luar negeri. Sebab situs-situs seperti www.amazon.com selama ini masih mem-back list kartu-kartu kredit yang diterbitkan Indonesia, karena mereka menilai kita belum memiliki cyber law. Nah, dengan adanya UU ITE sebagai cyber law pertama di negeri ini, negara lain menjadi lebih percaya atau trust kepada kita.

Dalam Bab VII UU ITE disebutkan: Perbuatan yang dilarang pasal 27-37, semua Pasal menggunakan kalimat, ”Setiap orang… dan lain-lain.” Padahal perbuatan yang dilarang seperti: spam, penipuan, cracking, virus, flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah program, bukan langsung oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu kelemahan, tetapi ini bukanlah suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin olah program yang menyebarkan spam, penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan merusak lainnya tetap ada manusianya, the man behind the machine. Jadi kita tak mungkin menghukum mesinnya, tapi orang di belakang mesinnya.

Beberapa Hal Mendasar Yang Berubah Pada Masayarakat

Sejauh ini, adanya UU ITE setidaknya merubah cara masyrakat dalam melakukan transaksi elektronik, diantaranya:
Pengaksesan Situs Porno/Kekerasan/Narkoba
Transaksi yang diperkuat dengan Tanda tangan Elektronik
Penyampaian pendapat dalam dunia maya
Penyebaran file/konten berbahaya (Virus,Spam dll.)
Pengajuan HAKI terhadap informasi/dokumen elektronik, demi keterjaminan hak.
Blog/Tulisan mengandung isi berbau SARA
Pengaksesan Illegal, serta pemakaian software illegal

Sedikit ulasan dari point diatas, mengacu pada pasal 27-37, hanya akan ditangkap ”Orang Yang Menyebar Virus.” Tapi tampaknya bukan pembuat virus. Logikanya sederhana, virus tak akan merusak sistem komputer atau sistem elektonik, jika tidak disebarkan melalui sistem elektronik. Artinya, bahwa jika sampai virus itu disebarkan, maka si penyebar virus itu yang akan dikenakan delik pidana. Tentu hal ini harus dibuktikan di pengadilan bahwa si penyebar virus itu melakukan dengan sengaja dan tanpa hak.

Keseriusan Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE

Sesuai dengan catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, kejahatan dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus. Itu meliputi spam, penyalahgunaan jaringan teknologi informasi, open proxy (memanfaatkan kelemahan jaringan), dan carding. Data dari Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) menunjukkan, sejak tahun 2003 hingga kini, angka kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar per tahun. Hal ini tentunya mencoreng nama baik Negara, serta hilangnya kepercayaan dunia terhadap Indonesia.
Untuk itulah pemerintah perlu serius menanganani Transaksi Elektronik yang sudah merambah berbagai aspek kehidupan bernegara.

Langkah Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE

Setelah diluncurkan UU ITE, untuk mencegah agar produk hukum ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam memahami cakupan materi dan dasar filosofis, yuridis serta sosiologis dari UU ITE ini, Departemen Komunikasi dan Informatikan akan melakukan kegiatan diseminasi informasi kepada seluruh masyarakat, baik lewat media, maupun kegiatan sosialisasi ke daerah-daerah. Edukasi kepada masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menkampanyekan internet sehat lewat media, membagikan software untuk memfilter situs-situs bermuatan porno dan kekerasan.

Keterbatasan Pemerintah Dalam Menangani UU ITE

Untuk sekarang ini, kita belum bisa menilai apakah UU ITE ini ”kurang”. Kita butuh waktu untuk melihat penegakannya nanti. Yang pasti, beberapa hal yang belum secara spesifik diatur dalam UU ITE, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, juga peraturan perundang-undangan lainnya. Secara keseluruhan, UU ITE telah menjawab permasalahan terkait dunia aktivitas/ transaksi di dunia maya, sebab selama ini banyak orang ragu-ragu melakukan transaksi elektronik di dunia maya karena khawatir belum dilindungi oleh hukum. Hal yang paling penting dalam kegiatan transaksi elektronik, adalah diakuinya tanda tangan elektronik sebagai alat bukti yang salah dalam proses hukum. Jadi seluruh pelaku transaksi elektronik akan terlindungi.
Pada Pasal 31 ayat (3) UU ITE mengatur lawful interception, tatacara Lawful Interception akan diatur secara detil dalam Peraturan Pemerintah tentang Lawful Interception. Intinya bahwa penegak hukum harus mengajukan permintaan penyadapan kepada operator telekomunikasi, atau internet service provider yang diduga menjadi sarana komunikasi dalam tindak kejahatan. Jadi permintaan intersepsi tidak dilakukan kepada Depkominfo.

Sosialisasi UU ITE pada Masyarakat

Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Mohammad Nuh mengatakan, saat ini masih terjadi kesalahpahaman dari masyarakat bahwa Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik sekadar untuk blocking situs porno, padahal substansinya melingkupi seluruh transaksi berbasis elektronik yang menggunakan komputer.Sehingga pihaknya terus berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE.

Tanggapan Masyarakat Terhadap UU ITE

Secara umum masyarakat memandang UU ITE hanya sebagai formalitas sesaat, yang mana peraturan dan perundang-undang yang disusun, hanya berlaku jika ada kasus yang mencuat.
Dalam kehidupan sehari-hari baik masyarakat umum ataupun kaum terpelajar tidak sepenuhnya mematuhi atau mengindahkan UU ITE ini, terbukti dengan masih tingginya tingkat pelanggaran cyber, penipuan, ataupun pengaksessan situs porno.
“Kasus `cyber crime` di Indonesia adalah nomor satu di dunia,” kata Brigjen Anton Taba, Staf Ahli Kapolri, dalam acara peluncuran buku Panduan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) di Jakarta

Kesimpulan

Dari hasil studi lapangan “Pengaruh Penerapan UU ITE terhadap Kegiatan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi” dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Pada 25 Maret 2008, DPR telah mengesahkan rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pengesahan ini merupakan sesuatu yang menggembirakan dan telah ditunggu-tunggu oleh banyak pihak untuk keluar dari pengucilan dunia internasional. Sayangnya, masyarakat terlalu terfokus pada larangan atas pornografi internet dalam UU ITE sehingga melupakan esensi dari UU ITE itu sendiri. Sebagai sebuah produk hukum, UU ITE merupakan suatu langkah yang amat berani dengan memperkenalkan beberapa konsep hukum baru yang selama ini kerap menimbulkan polemik.

2. Dampak UU ITE :
a.Dampak positif:
• Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
• E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan menggunakan ICT.
• Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya indonesia
• Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain.

b.Dampak negatif:
• Isi sebuah situs tidak boleh ada muatan yang melanggar kesusilaan. Kesusilaan kan bersifat normatif. Mungkin situs yang menampilkan foto-foto porno secara vulgar bisa jelas dianggap melanggar kesusilaan. Namun, apakah situs-situs edukasi AIDS dan alat-alat kesehatan yang juga ditujukan untuk orang dewasa dilarang? Lalu, apakah forum-forum komunitas gay atau lesbian yang (hampir) tidak ada pornonya juga dianggap melanggar kesusilaan? Lalu, apakah foto seorang masyarakat Papua bugil yang ditampilkan dalam sebuah blog juga dianggap melanggar kesusilaan?
• Kekhawatiran para penulis blog dalam mengungkapkan pendapat. Karena UU ini, bisa jadi para blogger semakin berhati-hati agar tidak menyinggung orang lain, menjelekkan produk atau merk tertentu, membuat tautan referensi atau membahas situs-situs yang dianggap ilegal oleh UU, dll. Kalau ketakutan menjadi semakin berlebihan, bukanlah malah semakin mengekang kebebasan berpendapat
• Seperti biasa, yang lebih mengkhawatirkan bukan UU-nya, tapi lebih kepada pelaksanaannya. Semoga saja UU ini tidak menjadi alat bagi aparat untuk melakukan investigasi berlebihan sehingga menyentuh ranah pribadi. Karena seperti Pak Nuh bilang, UU ini tidak akan menyentuh wilayah pribadi. Hanya menyentuh wilayah yang bersifat publik. Itu kan kata Pak Nuh. Kata orang di bawahnya (yang mungkin nggak mengerti konteks) bisa diinterpretasi macam-macam.

3. Disamping banyak manfaat yang dirasakan namun masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui informasi tentang UU ini bahkan ada yang sama sekali tidak peduli. Pemerintah harus lebih mengembangkan dan mensosialisasikan UU ITE agar dipahami dan diterapkan oleh masyarakat.

sumber :
http://wildanmaulana08.blogspot.com/2015/04/implikasi-atau-dampak-diterapkannya-uu.html

Tidak ada komentar: